Humas Deprov – Anggota Badan Anggaran Ghalib Lahidjun menyampaikan bahwa pemerintah daerah perlu berani melakukan pembenahan mendasar dalam pengelolaan kinerja dan pemanfaatan potensi CSR. Menurutnya, selama ini laporan kinerja pemerintah cenderung subjektif karena hanya menampilkan penilaian capaian versi internal, sehingga tidak jarang mengabaikan persepsi publik yang sebenarnya justru menjadi indikator paling penting dalam menilai keberhasilan pembangunan.
Ghalib menegaskan bahwa riset persepsi publik wajib dilakukan setiap tahun untuk memastikan bahwa program pemerintah benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “Kalau hanya pemerintah yang menilai dirinya sendiri, tentu hasilnya tidak objektif. Kita butuh pandangan masyarakat sebagai bahan koreksi dan evaluasi, maka riset adalah jawabannya” ujarnya.
Terkait CSR, Ghalib menyoroti perlunya upaya pemerintah daerah meniru model pengelolaan seperti di Yogyakarta, di mana CSR dikelola langsung oleh pemerintah sehingga arah dan prioritasnya lebih jelas, terkontrol, dan tepat sasaran. Ia menekankan pentingnya sebuah payung hukum daerah yang mengatur mekanisme CSR mulai dari pendataan, perencanaan program, pelaksanaan, hingga pelaporan secara transparan.
“CSR bukan dana liar. Potensinya besar dan kalau dikelola dengan baik, bisa membantu pembiayaan banyak program yang tidak bisa ditangani melalui APBD. Tapi semua harus transparan, jangan sampai CSR hanya dipakai untuk kepentingan personal orang atau hanya kelompok tertentu,” tegas Ghalib.
Ia berharap mulai tahun depan, pemerintah daerah dapat menyusun regulasi dan sistem pengelolaan CSR yang lebih modern, berbasis data, serta mengutamakan kebutuhan riil masyarakat, sebagaimana fungsi CSR tersebut.















