Humas Deprov — DPRD Provinsi Gorontalo secara resmi memberhentikan Wahyudin Moridu dari jabatannya sebagai anggota legislatif melalui Rapat Paripurna dalam rangka pengumuman Badan Kehormatan DPRD, Senin (22/09/2025).
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, menjadi momentum puncak penegakan disiplin dan integritas kelembagaan DPRD menyikapi polemik yang menyita perhatian publik.
Keputusan pemberhentian ini dibacakan oleh Wakil Ketua Badan Kehormatan DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim, yang menyampaikan hasil akhir dari proses panjang pemeriksaan etik terhadap Wahyudin Moridu.
“Memutuskan, memberhentikan saudara Wahyudin Moridu sebagai Anggota DPRD Provinsi Gorontalo,” tegas Umar Karim dalam forum paripurna, menandai dijatuhkannya sanksi etik tertinggi sesuai hasil sidang yang digelar secara objektif, terukur, dan terbuka.
Pemecatan ini menjadi klimaks dari gejolak besar yang melanda institusi legislatif dan masyarakat Gorontalo, setelah beredarnya video viral Wahyudin Moridu. Video tersebut tidak hanya mencoreng citra pribadi Wahyudin, tapi juga merusak wibawa DPRD Provinsi Gorontalo secara kelembagaan.
Dampak dari video itu memicu aksi unjuk rasa besar-besaran oleh mahasiswa dan elemen masyarakat sipil, yang mendesak DPRD agar menjatuhkan sanksi tegas kepada Wahyudin Moridu dan segera memulihkan citra lembaga legislatif di mata publik.
Tak hanya dari sisi kelembagaan, langkah tegas juga diambil oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Melalui surat keputusan DPP PDIP resmi memecat Wahyudin Moridu dari keanggotaan partai dan mendukung proses pemberhentiannya dari kursi DPRD. Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDI Perjuangan dan Sekretaris Jenderal partai, sebagai bentuk komitmen untuk menjaga marwah dan kedisiplinan kader.
Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, menyatakan bahwa keputusan yang diambil merupakan hasil pertimbangan menyeluruh. Selain melalui mekanisme internal DPRD dan rekomendasi BK, pihaknya juga telah berkonsultasi dengan perwakilan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan langkah ini sah dan sesuai prosedur.
“Kami juga menerima aspirasi masyarakat dan surat resmi dari DPD PDIP Gorontalo sebagai bagian dari proses politik untuk penggantian antar waktu (PAW). Semua mekanisme telah kami tempuh secara konstitusional,”tegas Thomas Mopili.
Ketua Badan Kehormatan DPRD, Fikram Salilama, dalam keterangannya menyebutkan bahwa seluruh rangkaian sidang kode etik telah dilakukan sesuai prosedur dan menghasilkan keputusan pemberhentian sebagai sanksi terberat.
“Semua tahapan telah kami lalui, dan hasil sidang telah disampaikan kepada pimpinan serta diparipurnakan. Ini bentuk akuntabilitas DPRD kepada publik dan komitmen menjaga integritas kelembagaan,”* ujar Fikram.
DPD PDI Perjuangan Provinsi Gorontalo juga memastikan bahwa proses PAW akan segera dilakukan melalui mekanisme internal partai untuk mengisi kekosongan kursi legislatif yang ditinggalkan Wahyudin.
Putusan ini menjadi perhatian besar dari media nasional dan lokal yang menyoroti aspek transparansi dalam penegakan kode etik DPRD, peran aktif Mendagri dalam memberikan konsultasi, serta sikap tegas partai dalam menjaga moralitas dan integritas kader.
Dengan tuntasnya persoalan ini di ranah etik dan politik, DPRD Provinsi Gorontalo diharapkan dapat kembali fokus menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi secara profesional serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi legislatif di daerah.